Bogor | HSB – Di sudut gedung DPRD Kabupaten Bogor, berdiri tegak sebuah spanduk bertuliskan Maklumat Pelayanan Informasi Publik. Tertulis di sana janji-janji manis pemerintah daerah menyediakan informasi, memberi pelayanan cepat, dan membuka akses seluas-luasnya bagi publik. Namun, kehadirannya lebih terasa seperti pajangan formalitas daripada manifestasi komitmen keterbukaan.
Maklumat itu seakan menjadi ornamen pelengkap interior, berdiri rapi di samping sepeda dan lemari kaca berisi piala. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia hidup dalam praktik keseharian birokrasi. Banyak warga dan jurnalis yang mengeluhkan sulitnya mengakses data publik, dari dokumen proyek hingga laporan anggaran, meski Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah berlaku hampir dua dekade.
Ironisnya, ruang DPRD yang seharusnya menjadi simbol pengawasan dan transparansi, justru menyimpan paradoks ini. Sebuah pengingat pahit bahwa keterbukaan informasi tak cukup diikrarkan, tapi harus diperjuangkan dan dilaksanakan.
Oleh: Redaksi hariansinarbogor.com















