Opini  

Kecamatan Hanya “Stempel” Proyek Desa?

Bogor l HSB – Di berbagai pelosok Kabupaten Bogor, proyek-proyek pembangunan infrastruktur desa tahun anggaran 2025 tengah dikebut. Dari pembangunan tembok penahan tanah di Kecamatan Ciomas, rehabilitasi kantor desa di Sukamakmur, hingga peningkatan saluran drainase di Dramaga dan Tamansari nilainya mencapai ratusan juta rupiah. Sumber dana berasal dari APBD Kabupaten Bogor dan Bantuan Keuangan Infrastruktur Desa.

Namun, dari papan proyek yang terpajang di lapangan, ada satu kesamaan mencolok. Nama Kecamatan hanya muncul sebagai identitas administratif, tanpa jejak fungsi pembinaan maupun pengawasan yang seharusnya mereka jalankan.

PASANG IKLAN

Padahal, aturan jelas menyebutkan peran Camat bukan sekadar “stempel” proyek.

Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 mewajibkan Camat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan desa.

Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 menegaskan Camat sebagai koordinator pengawasan urusan pemerintahan desa.

Peraturan Bupati Bogor Nomor 54 Tahun 2022 secara eksplisit mengharuskan Kecamatan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan pembangunan yang dibiayai APBD dan sumber dana lainnya.

Namun di lapangan, regulasi itu seperti mandul. “Banyak Camat hanya menerima laporan kegiatan dari desa tanpa melakukan verifikasi teknis. Padahal mereka bisa turun langsung memastikan volume dan mutu pekerjaan,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik yang enggan disebut namanya.

Minimnya peran Kecamatan ini membuka ruang penyimpangan. Misalnya pada proyek pembangunan tembok penahan tanah dan saluran drainase di Kecamatan Ciomas, papan kegiatan hanya mencantumkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan masyarakat sebagai pelaksana tanpa keterangan supervisi Kecamatan.

Situasi ini bukan sekadar kelalaian, melainkan potensi pembiaran sistematis yang dapat melemahkan fungsi kontrol pemerintah.

“Camat seharusnya menjadi mata dan telinga kabupaten. Kalau mereka hanya jadi ‘stempel administratif’, siapa yang mengontrol mutu pekerjaan di lapangan?” ujarnya. Rabu, (01/10/2025).

Ketiadaan pengawasan lapangan dari Kecamatan juga berpotensi melanggar asas pengelolaan keuangan negara, yang mensyaratkan adanya pengawasan berjenjang. Bila kondisi ini dibiarkan, pembangunan desa rawan menjadi sekadar formalitas fisik, tanpa kualitas dan akuntabilitas.

Inspektorat Kabupaten Bogor dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) seharusnya tidak tinggal diam. Dalam kasus pengawasan yang tidak dijalankan, Camat dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan administrasi dan keuangan negara. Bahkan, jika ditemukan pembiaran yang berdampak pada kerugian negara, tanggung jawab bisa melebar ke ranah pidana penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

(DevChoz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *