Bogor | HSB – Dugaan kejanggalan kembali mencuat dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sejumlah laporan publik mengungkap bahwa pemenang tender pada salah satu proyek pemerintah ternyata beralamat tidak jelas, bahkan lokasi kantor sebagaimana tercantum dalam dokumen resmi tidak ditemukan di lapangan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar, bagaimana mungkin perusahaan dengan domisili tak pasti bisa memenangkan tender bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah? Apakah panitia lelang lalai melakukan verifikasi, atau ada unsur kesengajaan yang menodai integritas proses lelang?
βAlamat perusahaan adalah identitas hukum yang wajib diverifikasi. Jika panitia tidak melakukan pengecekan on the spot, maka itu merupakan pelanggaran prosedural yang serius,β kata warga Kabupaten Bogor, saat dimintai tanggapan. Minggu, (2/11/2025)
Ia menegaskan bahwa dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, domisili usaha yang sah dan dapat diverifikasi merupakan syarat mutlak bagi penyedia jasa.
Lebih rinci, Pasal 19 ayat (1) huruf c Perpres tersebut mewajibkan setiap peserta lelang memiliki alamat usaha yang benar dan tercatat resmi. Bila ditemukan alamat fiktif, maka menurut dia, hasil lelang dapat dibatalkan secara administratif, bahkan berpotensi dilaporkan sebagai pelanggaran hukum bila disertai unsur penipuan dokumen.
Kasus seperti ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi mencerminkan rapuhnya sistem pengawasan tender di tingkat pelaksana. Ketika prosedur dasar seperti pengecekan alamat saja diabaikan, publik patut curiga bahwa proses seleksi penyedia sudah tidak lagi transparan.
Kini, pertanyaan yang menggantung di ruang publik.
Apakah pemerintah kabupaten Bogor berani menelusuri siapa di balik perusahaan beralamat kabur itu, dan mengapa panitia lelang seolah tutup mata?
Atau, seperti sering terjadi, persoalan ini akan lenyap begitu saja terkubur bersama setumpuk dokumen tender yang tak pernah benar-benar diperiksa?
(DevChoz)















