Opini  

Ketika Proyek Didesain Untuk Membatasi, Tambahan Syarat Yang Diskriminatif Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa

Bogor | HSB – Dalam praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah, aroma eksklusivitas dan diskriminasi masih tercium kuat. Meski regulasi sudah tegas melarangnya, sejumlah Pokja Pemilihan masih saja menyelipkan syarat-syarat tambahan yang mengarah pada praktik tak sehat. Membatasi pelaku usaha, mempersempit persaingan, dan membuka peluang kongkalikong.

Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2022 sesungguhnya telah memberikan penegasan yang gamblang. Dalam dokumen pemilihan telah diatur terkait bukti kepemilikan. Banyak pilihan yang bisa dijadikan bukti kepemilikan, dipilih salah satunya.

PASANG IKLAN

Pokja dilarang menambah persyaratan kualifikasi maupun teknis yang tidak objektif dan bersifat diskriminatif. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya regulasi daerah, bahkan peraturan kepala daerah, yang justru memberi ruang bagi praktik ini terus tumbuh.

Tak jarang, persyaratan keuangan atau teknis tertentu yang tidak tercantum dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden dimunculkan begitu saja dalam dokumen pengadaan. Di balik alasan “peningkatan kualitas output pekerjaan”, terselip potensi pembatasan partisipasi pelaku usaha kecil dan lokal.

Padahal, semangat pengadaan yang transparan dan kompetitif justru ditopang oleh iklim yang terbuka dan akuntabel. Ketika proses pemilihan penyedia mulai ditentukan oleh syarat-syarat yang dibuat demi kepentingan kelompok tertentu, maka pengadaan kehilangan ruh reformasinya dan keterbukaan.

Dalam Surat Edaran itu disebutkan, tambahan syarat hanya dapat diberlakukan jika memiliki dasar hukum yang kuat atau melalui justifikasi teknis oleh pihak yang berkompeten. Bukan oleh keinginan sepihak penyusun dokumen pengadaan.

Masalahnya, siapa yang mengawasi proses ini? Adakah lembaga yang secara aktif menertibkan regulasi-regulasi lokal yang menyimpang dari ketentuan pusat? Di sinilah pemerintah pusat, dalam hal ini LKPP, mesti lebih progresif. Penegasan lewat surat edaran penting, namun pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran jauh lebih mendesak.

Jika tidak, surat edaran akan tinggal sebagai dokumen formal yang dibaca sambil lalu, lalu dilanggar diam-diam. Dan proyek pemerintah, lagi-lagi, menjadi panggung segelintir pemain lama yang terus diuntungkan oleh sistem yang mereka bentuk sendiri.

Sudah saatnya pengadaan kembali ke khitahnya terbuka, adil, dan memberi kesempatan kepada semua yang mampu. Bukan hanya kepada mereka yang β€œcukup dekat” dengan pembuat syarat.

Penulis: Oleh: Wartawan Hariansinarbogor.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *