Bogor | HSB – Rehabilitasi ruang administrasi di SMAN 1 Tajurhalang, Kabupaten Bogor, resmi dimulai sejak 1 September 2025. Proyek senilai Rp437,9 juta ini bersumber dari APBN 2025 melalui program revitalisasi sekolah menengah atas, dengan masa kerja 120 hari kalender.
Secara normatif, proyek yang dipajang dalam bentuk papan informasi publik sudah memenuhi aturan transparansi, sesuai amanat UU Keterbukaan Informasi Publik. Namun, persoalannya bukan sekadar memasang papan proyek. Pertanyaan yang kerap muncul adalah, apakah anggaran sebesar hampir setengah miliar rupiah itu akan benar-benar dimanfaatkan untuk rehabilitasi ruang administrasi, atau justru menguap di tengah jalan akibat praktik markup dan pemborosan yang kerap menghantui proyek fisik pendidikan?
Rehabilitasi ruang administrasi memang penting. Ini menjadi jantung tata kelola sekolah. Administrasi yang sehat mencerminkan manajemen pendidikan yang tertib. Namun, publik patut mengawasi apakah dana Rp437 juta lebih itu sepadan dengan ruang yang diperbaiki. Pengalaman di banyak daerah menunjukkan, pekerjaan rehabilitasi sekolah kerap dijadikan proyek “gampang” yang rawan digelapkan karena sulit diukur manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.
Kementerian Pendidikan lewat Direktorat SMA semestinya tidak berhenti pada distribusi anggaran. Pengawasan kualitas dan kesesuaian hasil dengan nilai kontrak harus diperketat. Begitu juga peran komite sekolah, orang tua murid, dan media untuk ikut mengawal.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa. Jika ruang administrasi saja tidak dikelola secara transparan, bagaimana publik bisa berharap pada mutu layanan pendidikan yang lebih besar?
Penulis: Redaksi Hariansinarbogor.com















