Bogor | HSB – Ada hal baru yang mencuri perhatian warga di sekitar kompleks Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor. Saat pengendara berhenti di lampu merah, terdengar lantunan lagu kebangsaan “Kulihat Ibu Pertiwi”. Lirik yang syahdu, “Sedang berduka hati…air matanya berlinang,” mengalun di tengah kesibukan jalan.
Inovasi ini bukan sekadar hiburan. Ia menghadirkan ruang refleksi singkat di tengah rutinitas padat. Dalam beberapa detik, masyarakat diajak berhenti sejenak, mengingat kembali makna cinta tanah air dan pengorbanan para pahlawan. Sebuah jeda yang sederhana, namun penuh makna.
Langkah ini patut diapresiasi. Bupati Bogor, Rudy Susmanto, tampaknya tengah berupaya menumbuhkan kembali rasa kebangsaan melalui cara yang dekat dengan keseharian warga. Di era ketika nasionalisme kerap dipertanyakan dan terkikis oleh arus pragmatisme, kehadiran lagu perjuangan di ruang publik bisa menjadi penanda bahwa identitas bangsa masih hidup dan layak dijaga.
Memang, nasionalisme tidak lahir dari seremoni semata. Ia tumbuh dari kesadaran kolektif, dari praktik yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Namun, simbol-simbol kecil seperti inilah yang dapat menyalakan bara kesadaran itu.
Kita bisa membayangkan, seorang anak kecil yang mendengar lagu itu di perempatan jalan, lalu bertanya kepada orang tuanya tentang makna liriknya. Percakapan sederhana itu bisa jadi lebih berharga ketimbang seminar panjang tentang nasionalisme.
Apresiasi pantas diberikan kepada Bupati Bogor Rudy Susmanto atas gagasan ini. Di tengah tantangan zaman, upaya menanamkan kembali jiwa kebangsaan perlu terus digelorakan. Bogor memberi contoh bahwa rasa cinta tanah air bisa hadir di mana saja, bahkan di lampu merah.
Oleh: Redaksi Hariansinarbogor.com















