Opini  

Dari Jurang Narkoba Menuju Cahaya, Kisah F Yang Bangkit Lewat Rehabilitasi

Jakarta | HSB – Hidup F (34), seorang penggiat media sekaligus mantan karyawan swasta, sempat berada di titik paling gelap ketika terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Dari kehidupan yang mapan, ia terhempas ke jurang kehancuran, kehilangan pekerjaan, keluarga, dan martabat. Namun di balik kejatuhan itu, ia justru menemukan kesadaran baru. Kehidupan yang layak dijalani tanpa narkoba.

F bercerita, awalnya ia hanya sekadar mencoba karena ajakan pergaulan. “Katanya bisa bikin semangat kerja, nggak cepat capek. Saya pikir itu hal biasa. Tapi ternyata, dari situlah hidup saya mulai hancur,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.

PASANG IKLAN

Ketergantungan yang semakin parah membuat F kehilangan arah. Produktivitas di kantor menurun, dan konflik rumah tangga tak terhindarkan. “Istri saya akhirnya pergi membawa anak-anak. Saat itu, saya merasa dunia sudah menutup pintu untuk saya,” kenangnya.

Titik balik terjadi saat F tertangkap dalam razia narkoba. Alih-alih dijebloskan ke penjara, hakim memutuskan ia mengikuti rehabilitasi di Cakra Sehati, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebuah langkah yang kemudian ia sebut sebagai “anugerah penyelamat”.

Di awal masa rehabilitasi, F mengaku marah dan merasa diabaikan. Namun perasaan itu justru menjadi titik awal kesadarannya. “Saya sadar, yang saya butuhkan bukan belas kasihan, tapi kesempatan untuk berubah,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Selama berbulan-bulan, ia mengikuti program terapi, konseling, dan kegiatan rohani. Perlahan-lahan, ia mulai memahami arti hidup dan rasa syukur. “Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan hal yang menghancurkan. Saya berjanji tidak akan kembali ke masa lalu,” ucapnya tegas.

Kini, setelah dinyatakan pulih, F aktif sebagai relawan yang membantu sesama korban penyalahgunaan narkoba. Ia sering diundang berbicara di komunitas rehabilitasi dan lembaga sosial.

“Saya ingin kisah saya jadi pelajaran. Bahwa narkoba tidak memberi solusi apa pun hanya kehancuran,” katanya. Selasa, (4/11/2025).

Momen paling mengharukan baginya adalah saat keluarga datang menjemputnya pulang setelah masa rehabilitasi berakhir.

“Saya kira mereka sudah membenci saya. Tapi ternyata, mereka tetap ada dan menerima saya apa adanya,” tuturnya haru.

F bersyukur, sang istri dan anak-anak kini kembali bersamanya. “Semua karena doa ibu dan keluarga. Tuhan mengubah hidup saya lewat mereka,” ujarnya.

Praktisi hukum Wempi Hendrik Obeth Ursia, S.H., menilai langkah rehabilitasi yang dijalani F sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang menempatkan pengguna sebagai korban, bukan pelaku kriminal.

“Sebagai praktisi hukum, saya prihatin atas apa yang dialami F, tapi sekaligus memberi apresiasi atas tekadnya untuk bangkit,” kata Wempi saat dimintai tanggapan oleh HSB.com “Setiap orang yang tersesat dalam narkoba berhak mendapat kesempatan kedua.”

Menurut Wempi, rehabilitasi adalah bentuk keadilan yang lebih manusiawi dibanding pemenjaraan.

“Penjara bukan solusi bagi korban penyalahgunaan narkoba. Rehabilitasi memberikan ruang untuk pulih dan kembali produktif di masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan, dukungan keluarga menjadi faktor penentu keberhasilan pemulihan. “Keluarga adalah pondasi utama. Tanpa dukungan mereka, proses rehabilitasi tidak akan bermakna,” katanya menutup percakapan.

Kisah F menjadi pengingat bahwa di balik angka statistik pengguna narkoba, ada manusia yang masih punya harapan untuk pulih. Negara, aparat, dan masyarakat ditantang untuk memandang mereka bukan sebagai sampah sosial, melainkan sebagai jiwa-jiwa yang perlu diselamatkan.” tutupnya.

(Deva)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *