BANDUNG, Hariansinarbogor.com- Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah pasti akan berdampak dalam kehidupan umat manusia. Ada yang memanfaatkan kemajuan iptek tersebut ke arah yang positif, dan ada juga ke arah yang negatif berupa kejahatan. Dalam konteks tersebut, maka kemahiran orang dalam melakukan investigasi kejahatan secara ilmiah semakin dituntut agar bisa mengimbangi perkembangan zaman. Metode ini yang disebut dengan Scientific Crime Investigation (SCI) atau teknik investigasi kejahatan secara ilmiah.
“ SCI pada dasarnya merupakan rangkaian proses penyelidikan atau penyidikan kejahatan dengan mencari dan menemukan fakta-fakta dalam suatu kasus yang kemudian digunakan sebagai bukti dalam pengadilan pidana. Teknik pencarian dan penemuan fakta – fakta tersebut, bisa melalui wawancara saksi, interogasi tersangka, pengumpulan dan penyimpanan bukti, dan metode-metode penyelidikan ilmiah lainnya. Berbagai teknik investigasi ilmiah yang dilakukan saat mencari untuk menemukan fakta dikenal sebagai ilmu forensik “, ujar Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK) Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (13/7).
Kemudian Dede juga menambahkan bahwa teknik investigasi kejahatan secara ilmiah ini sebenarnya sudah sangat lama sekali, konon sejak tahun 1700 SM dimana undang-undang Hammurabi dibuat. Dalam UU tersebut, baik pendakwa maupun terdakwa memiliki hak untuk menunjukkan bukti atas kasus yang dipersangkakan. Di zaman modern ini, investigasi umumnya dilakukan oleh aparat penegak hukum, khususnya kepolisian. Meski pihak swasta juga bisa dimintai bantuannya sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya dan terkait dengan pembuktian ilmiah untuk suatu kasus yang sedang ditangani. Ujarnya.
Prinsip investigasinya seperti permainan menyusun puzzle hingga tersusun rapi membentuk pola gambar yang sesuai. Asumsi atau dugaan dalam investigasi terhadap seseorang atau sekelompok orang tidak dapat dieksekusi bila asumsi tersebut masih menimbulkan keraguan seorang penyelidik atau penyidik, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran kode etik.
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa teknik investigasi kejahatan ini secara umum dibagi menjadi dua tahap, yaitu penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pihak yang melakukan penyelidikan disebut “penyelidik”. Penyelidik hanya boleh berasal dari pejabat polisi.
Wewenang seorang penyelidik adalah menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Selain itu, atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan; pemeriksaan dan penyitaan surat; mengambil sidik jari dan memotret seorang; membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
Kemudian terkait dengan penyidikan pada dasarnya merupakan serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk menerangkan tindak pidana yang terjadi, serta untuk menemukan tersangka pelaku pidana. Pihak yang melakukan penyidikan disebut “penyidik”. Penyidik dapat berasal dari pejabat polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus.
Wewenang seorang penyidik adalah menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian, menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan, mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Intinya, kewenangan penyelidik dan penyidik adalah mencari dan menganalisis petunjuk untuk mendapatkan bukti dan tersangka. Meskipun demikian, para penyelidik mengumpulkan bukti untuk mengetahui apakah terjadi suatu tindak pidana di dalam sebuah kasus, sedangkan para penyidik mengumpulkan bukti untuk memperjelas bukti dari tindak pidana yang ada. Oleh karena itu, penyelidikan pada dasarnya adalah tahap awal sebelum suatu kasus masuk pada tahap penyidikan.

“ Dengan keahlian di bidang investigasi kejahatan secara ilmiah ini, seyogyanya sudah tidak ada lagi oknum yang melakukan interogasi dengan penyiksaan atau penganiayaan hanya sekedar ingin mendapatkan sebuah pengakuan atau mendapatkan bukti yang diinginkan. Disinilah pemenuhan kompetensi sesuai dengan job title sangat diperlukan agar ia bisa melaksanakan tugas secara profesional “, pungkas Dede.( Red )