Opini  

Tantangan Serangan Siber dan Jaminan Keamanan Sektor Perbankan Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Digital Crime)

Jakarta, Hariansinarbogor.com- Menolak kemajuan tentu menjadi sebuah keniscayaan dimana lompatan perubahan bergerak eksponensial, drastis dan tidak bisa diprediksi. Dampak perubahan peradaban akibat lompatan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, khususnya di bidang teknologi digital terus merangsek semua sendi perekonomian, tak terkecuali sektor perbankan.

Dari satu sisi, sektor perbankan tentu ingin memanfaatkan setiap kemajuan teknologi untuk meningkatkan pelayanan pada para nasabahnya guna menjamin peningkatan kepuasan jasa pelayanan perbankan kepercayaannya. Namun di lain sisi juga timbul permasalahan baru, yaitu kejahatan konvensional dengan modus dan sarana kontemporer. Tepatnya memanfaatkan kecanggihan teknologi digital untuk tujuan kejahatan.

Inilah menjadi tantangan terbesar bagi dunia perbankan agar mampu memberikan layanan perbankan yang modern dan mudah diakses, tetapi juga disertai dengan jaminan keamanan terhadap seluruh nasabahnya. Karena di setiap penggunaan teknologi baru, selalu terselip celah dan peluang kejahatan. Sebagaimana kemunculan berbagai virus komputer yang selalu ditindaklanjuti dengan penjualan anti virusnya.

Secara kasat mata, virus tersebut nampak sengaja diciptakan agar timbul nilai ekonomi berupa kebutuhan publik dengan model – model pemaksaan tidak langsung. Jika tidak ada virus, belum tentu publik mau beli anti virusnya. Meskipun belum ada pembuktian hukum hubungan kausalitas teori dan praktek kelahiran virus – virus tersebut karena memang menjadi ranah para penegak hukum. Namun demikian, nalar dan logik publik seringkali berfikir liar dengan aneka lompatan algoritma prasangka dan praduganya.

Seperti diketahui bersama, semua perbankan saat ini telah melakukan transformasi digital dengan mengeluarkan layanan internet banking dan mobile banking. Layanan ini diciptakan tentu untuk tujuan mulia, yaitu guna memudahkan nasabah melakukan transaksi perbankan, mulai dari transfer dana, mengecek informasi saldo, mutasi rekening, hingga pembayaran yang dilakukan dengan mobile banking. Namun demikian, semangat peningkatan pelayanan yang baik ini dalam prakteknya membuka peluang kejahatan berbasis serangan siber (cyber attack).

Coba perhatikan bagaimana modus pharming sering dipakai oleh para hacker untuk melakukan pengalihan dari situs yang resmi ke situs bodong tanpa diketahui dan disadari calon korbannya. Dalam modus ini, korban terperangkap dalam permainan penipu dengan cara meminta untuk memasukkan data-data yang diinginkan penipu.

Mirip dengan modus tersebut adalah modus ‘Typo Site’, yaitu kejahatan siber yang seringkali tidak disadari oleh korbannya. Pelaku biasanya membuat situs yang memiliki nama yang hampir serupa dengan situs resmi lainnya, misalnya ada situs http://Investasiilmu.com/ dibuat samarannya dengan alamat http://investasilmu.com/. Coba perhatikan antara situs yang pertama dengan situs yang kedua benar – benar hampir sama, padahal tulisan jumlah huruf ‘i” nya berbeda. Akhirnya nasabah bisa dikelabui dan ditipu.

Ada juga yang menggunakan modus spoofing, yaitu menggunakan perangkat lunak untuk menutupi identitas, dengan menampilkan e-mail, nama, atau nomor telepon palsu agar menyembunyikan identitas pelaku. Modus ini biasanya dilakukan dengan cara mereka memberikan kesan yang berurusan dengan pebisnis ternama.

Ada lagi modus keylogger, yaitu tindaak kejahatan siber dengan menggunakan software yang dapat menghafal tombol keyboard yang digunakan tanpa diketahui oleh korban.

Kemudian ada modus phising, yaitu kejahatan siber yang dilakukan dengan memperoleh informasi pribadi, seperti user ID, personal identification number (PIN), nomor rekening bank atau nomor kartu kredit. Setelah mendapatkan informasi korban, penipu kemudian mengakses rekening, melakukan penipuan kartu kredit, atau menuntun korban atau nasabah untuk melakukan transfer ke rekening tertentu dengan iming-iming hadiah.

Selanjutnya ada modus sniffing, yaitu kejahatan siber dengan meretas paket data untuk mengumpulkan informasi secara ilegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korban. Modus ini paling banyak terjadi saat calon korban menggunakan atau mengakses Wi-Fi umum yang ada di publik.

Ininya peluang dan sekaligus tantangan masa depan transformasi digital di sektor perbankan agar mampu merancang sistem keamanan sesuai dengan semangat peningkatan pelayanan. Tidak mudah pasti, tetapi apa artinya peningkatan pelayanan jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas keamanan.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *