Jakarta, Hariansinarbogor.com- Dewan Pers akhir-akhir ini menemukan sejumlah media arus utama menyiarkan berita bohong. Bahkan disalin-saji (copas) dari media sosial atau sumber yang tidak jelas.
Dewan Pers juga mencontohkan sejumlah berita yang dimaksud tersebut, salah satunya “Cek Fakta: Irjen Ferdy Sambo Babak Belur Usai Satu Sel dengan Napoleon Bonaparte karena Berkelahi” dan “Mantan Petinggi KPK Bambang Widjojanto dikabarkan ditangkap Polisi di Rumahnya, begini kata Ketua RT setempat.
Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya mengatakan, berita-berita itu memang didahului dengan kata-kata “Cek Fakta”, namun tidak menafikan bahwa jelas-jelas merupakan berita bohong dan sejumlah lembaga pers tetap menyiarkannya meskipun pada akhirnya disebutkan bahwa tidak benar.
“Penyiaran berita semacam ini ditengarai demi memperoleh pengunjung yang banyak (clickbait),” katanya melalui siaran pers yang diterima AJNN, Sabtu (20/8).
Lanjutnya, dalam kaitan itu, Dewan Pers mengingatkan Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, sadis, dan cabul”.
Penafsirannya, bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
“Memang ada lembaga pers yang menyadari kekeliruannya kemudian mencabut (men-takedown) berita yang disiarkan, misalnya yang berjudul Irjen Fadil Imran Ditahan Gegara Bantu Ferdy Sambo, 5 Perwira Polda Bernasib Sama,” ujarnya.
Lanjutnya, pasal 10 Kode Etik Jurnalistik menyatakan Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan pemirsa.
“Oleh karena itu, lembaga pers yang telah mencabut berita wajib disertai penjelasan alasannya, dan kalau yang ditayangkan terbukti bohong mesti dengan rendah hati mengakui kesalahannya dengan meminta maaf kepada pembaca dan narasumber yang dirugikan,” cetusnya.
Dewan Pers memahami, sambungnya, bahwa informasi seputar Irjen Pol Ferdy Sambo, terbunuhnya Brigadir J khususnya dan institusi kepolisian umumnya, sedang menjadi perhatian publik saat ini.
“Segala informasi seputar kasus tersebut akan terus dinantikan publik, sehingga media-media berpacu dalam menyajikan kabar terbaru mengenai kasus itu,” tuturnya.
Menurutnya, Pers memang wajib terpanggil untuk melaksanakan salah satu perannya, yakni memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Dewan Pers mengapresiasi pers yang terus berkominten mengungkapkan kasus yang menarik perhatian masyarakat tersebut,” jelasnya.
Tambah orang nomor dua di Dewan Pers tersebut, namun pada saat yang sama, juga mengingatkan agar dalam menjalankan tugas jurnalsitik yang penting itu, media tetap tidak boleh melupakan tugas etiknya sebagaimana
disebutkan dalam Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Pedoman dan Peraturan Dewan Pers lainnya yang telah dibuat oleh komunitas pers sendiri.
Dewan Pers juga mengingatkan, penayangan berita-berita bohong tersebut akan bisa mengurangi kredibilitas lembaga pers yang bersangkutan sekaligus juga mencederai kemerdekaan pers yang diperjuangkan oleh komunitas pers dengan
susah payah di era reformasi.
“Dewan Pers akan mempertimbangkan untuk tidak melindungi pers dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bagi lembaga pers yang berulang kali melakukan kesalahan semacam itu,” ungkapnya.
M Agung juga menyampaikan, perlu dicatat dan dipahami, Dewan Pers mengajak seluruh jurnalis atau wartawan serta
komunitas pers untuk bersama-sama menjaga kemerdekaan pers ini dengan penuh tanggung jawab dengan membuat berita sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan berpedoman kepada UU Pers No 40 Tahun 1999.
“Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan ke-77 RI, Dewan Pers juga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menghormati kerj pers karena dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap pers yang akhir-akhir ini kerap terjadi, agar tidak terulang,” imbuhnya.(anjas septiansyah)