Sultra  

Malapetaka September : Kepentingan Dan Kekuasaan Berada Satu Titik Diatas Keadilan

(Budiarto Suselmen)

KENDARI (HSB)- Tragedi berdarah di Jl. Abdul Silondae – sekretariat DPRD, 3 tahun silam belum juga menemui titik terang, masyarakat sampai saat ini belum merasakan Keadilan. Setiap tahun pada tanggal 26 September, Mahasiswa Sultra terus memperingati Tragedi ini, dengan gaya dan caranya masing-masing (Mimbar Bebas, teatrikal bakar lilin dan yang pasti berdemonstrasi), Sangat nyata inilah jelmaan dari suara rakyat, sungguh Naif jika Aparat Penegak Hukum Lamban penanganan, dan lebih-lebih tidak mau tau.

Mengingat tahun 2019 September berdarah (sedarah) ; saat itu Mahasiswa membagi diri menjadi dua kelompok dengan tujuan yang sama berjuang untuk Keadilan. Pertama, di kota kendari dengan mengerahkan massa unjuk rasa secara masif, tuntutan jelas “Tangkap dan Adili para Pembunuh” dan kelompok kedua, di Ibukota Jakarta, menemui Komisioner Komnas HAM dan pastinya petinggi Bareskrim POLRI yang dikemudian hari menjadi KAPOLRI. Dan sampai saat ini juga belum terkonfirmasi jelas penyelesaian kasus ini.

Menelisik sepak terjang lembaga KOMNAS HAM dalam menangani berbagai kasus mulai dari hilangnya beberapa Aktivis 98 sampai terbunuhnya pejuang HAM Munir secara tragis (2004) serta sederet kasus pelanggaran HAM lainnya, tidak banyak dari kasus-kasus ini tuntas dan memuaskan para pencari Keadilan, sebut saja kasus meninggalnya Munir di dalam pesawat yang menuju Eropa, Munir yang merupakan seorang Pengacara Rakyat tertindas ini telah diracun secara brutal.

Putusan kasus ini tidak ada kejelasan motif dan terkesan menjadi laporan tahunan, tidak lebih baik dari itu. Dan terbaru pada kasus Ferdy Sambo, beberapa Komisioner Komnasham memberikan pernyataan yang kontroversial, Warning bahwa Lembaga ini tidak dapat sepenuhnya menjadi tumpuan pencari Keadilan. Selanjutnya Kepolisian Republik Indonesia pun sedikit tidak jauh berbeda, dengan terpaan kasus yang melibatkan pejabat penting di internal, banyak drama, penuh intrik dan pejuh kepentingan, telah merobohkan kepercayaan publik, yang selama ini telah terbangun baik.

Senin, 26 September. Peringatan Malapetaka September (mate), bertepatan dengan kedatangan orang nomor satu (1) di Republik ini, Presiden Joko Widodo (Pembina POLRI) dijadwalkan tiba di Provinsi Sulawesi Tenggara, bau-bau, buton dan beberapa daerah, yang menjadi Giat kunjungan beliau. Seyogyanya Presiden tidak hanya giat seremonial, tetapi dengar aspirasi daerah tidak kalah pentingnya, mendengar ketidakjelasan bawahannya, kinerja bobrok Penegak Hukum didaerah ini.

“Gerakan Mahasiswa akan selalu ada sampai pada generasi selanjutnya, tentang pejuang Keadilan ; merekalah Pahlawan Demokrasi, Pahlawan Reformasi sebenarnya”.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *