Depok | HSB – Klaim Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Depok bahwa tingkat kepuasan publik terhadap layanan mereka mencapai 89,75 persen menuai sorotan. Angka tersebut diambil dari hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dipublikasikan melalui laman resmi ESOP Depok per 1 Januari hingga 4 Juni 2025.
Namun, tingginya angka kepuasan itu dipertanyakan sejumlah pihak. Pasalnya, realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya: banjir kronis di sejumlah kawasan, jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki, serta proyek infrastruktur yang mangkrak.
DPUPR menyebut survei dilakukan secara real-time. Namun, mereka tidak membeberkan metodologi survei secara rinci—mulai dari jumlah responden, lokasi pengambilan data, hingga profil demografis warga yang disurvei. Ketiadaan informasi ini memunculkan pertanyaan: apakah survei benar-benar melibatkan warga di wilayah terdampak seperti Pancoran Mas dan Sawangan? Apakah suara kelompok rentan, seperti pedagang kaki lima yang terdampak proyek, juga diakomodasi?
Kritik juga mengemuka terkait proyek tangki air raksasa senilai Rp35 miliar yang mangkrak dan tak pernah dioperasikan. Proyek tersebut tidak tercantum dalam evaluasi survei. Padahal, amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan pemerintah mengungkap seluruh aspek pelayanan kepada masyarakat secara transparan.
Alokasi ruang terbuka hijau di Depok yang terus menurun pun bertolak belakang dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa hak publik atas lingkungan yang layak dan pelayanan yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D UUD 1945 semakin tergerus.
Dengan total APBD 2025 sebesar Rp4,3 triliun, publik juga layak bertanya: berapa besar anggaran yang dihabiskan untuk survei ini? Jika hasilnya hanya digunakan untuk pencitraan tanpa evaluasi dan tindak lanjut, bukan tak mungkin praktik ini tergolong pemborosan keuangan negara, melanggar amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Data Badan Pusat Statistik mencatat kerugian akibat banjir pada 2024 mencapai Rp120 miliar. Namun, hingga kini, DPUPR belum menjelaskan bagaimana kegagalan sistem drainase turut dinilai dalam survei. Laporan masyarakat terkait jalan berlubang melalui aplikasi LAPOR! Kemendagri bahkan meningkat 35 persen selama periode survei berlangsung.
Agar tak sekadar menjadi angka pemanis, Pemerintah Kota Depok didesak membuka data mentah survei, menggandeng lembaga independen untuk mengaudit hasilnya, serta memperbaiki kinerja layanan publik secara nyata. Warga tak butuh angka tinggi di kertas mereka menuntut solusi konkret di lapangan.
(Deynni Aldy)