Jakarta – Pada tahun 2016 Tim Independen bentukan Kemenkes dan Kemendikbudristek RI melakukan analisis risiko dan berkesimpulan bahwa penggunaan bakteri wolbachia untuk menekan demam berdarah dipastikan aman.
Tim independen tersebut terdiri dari 24 peneliti terbaik Indonesia dengan keahliannya masing-masing.
Penegasan ini disampaikan oleh Entomolog Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr.Ir. Damayanti Buchori, M.Sc seperti yang dikutip dari Siaran Pers Kementerian Kesehatan, Sabtu (25/11/2023).
Prof. Damayanti menjelaskan bahwa analisis risiko ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan dampak jangka panjang dari penerapan nyamuk ber-wolbachia terhadap manusia, hewan maupun lingkungan, mengingat penerapan wolbachia untuk mengatasi demam berdarah terbilang teknologi baru.
“Tujuan dari analisa risiko ini, karena wolbachia ini adalah teknologi baru, kita kan tidak tahu dampak lingkungannya bagaimana, sehingga analisa risiko ini untuk melihat jangka panjang, apa kira-kira dampak negatif di masa depan,” kata Prof. Damayanti, yang juga Ketua Tim Penelitian independen tersebut.
Selama proses analisa risiko, para peneliti banyak mendiskusikan potensi-potensi yang mungkin akan terjadi di masa depan. Ada pun fokus diskusi menekankan empat hal, yakni risiko pada lingkungan, socio kultutral dan ekonomi, manajemen nyamuk dan public health.
“Pertama yang diindentifikasi adalah bahayanya. Bahaya apa yang akan terjadi di masa depan, dan itu kita identifikasi ada 56 bahaya. Kita juga tentukan waktunya. Akhirnya kita sepakat untuk memprediksi bahanya dalam waktu 30 tahun ke depan seperti apa,” terangnya.
“Dari matrik risiko, pada akhirnya keluarlah negligiblerisk, yakni penggunaan wolbachia dapat diabaikan dalam waktu 30 tahun. Namun, monitoring secara reguler perlu dilakukan untuk melihat perkembangannya,” paparnya.
Berbekal analisis risiko tersebut, Prof. Udatarini selaku Peneliti Utama Nyamuk ber-wolbachia di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, kian meyakini bahwa Wolbachia adalah bakteri alami bukan rekayasa genetika. Wolbachia juga aman untuk manusia, hewan dan lingkungan. Dari sini, penyebaran nyamuk aedes aegypti yang memiliki bakteri, baik wolbachia pun diperluas.
“Pelepasan (nyamuk ber-wolbachia) awalnya dilakukan dari wilayah kecil di tingkat dusun, dan di fase menentukan untuk menunjukkan bagaimana efeknya untuk penurunan dengue, akhirnya dilakukan pelepasan dalam skala luas di kota Yogyakarta,” katanya.
Hasilnya, penyebaran nyamuk ber-wolbachia untuk mengurangi demam berdarah terbukti efektif menurunkan angka kejadian dengue hingga 77 persen dan angka perawatan di rumah sakit sebesar 86 persen. Penggunaan fogging atau pengasapan perlahan juga turun.
Hasil dari kejadian ini selanjutnya diajukan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan akhirnya di tahun 2021 nyamuk ber-wolbachia mendapatkan rekomendasi dari WHO.
Dengan rekomendasi ini, penerapan teknologi wolbachia untuk mengatasi demam berdarah kian melengkapi Strategi Nasional Penanggulangan Dengue tahun 2021-2025. (AD).
Beranda
Kesehatan
Tim Peneliti Independen: Penggunaan Bakteri Wolbachia Untuk Menekan Demam Berdarah Telah Melalui Analisa Risiko Jangka Panjang
Tim Peneliti Independen: Penggunaan Bakteri Wolbachia Untuk Menekan Demam Berdarah Telah Melalui Analisa Risiko Jangka Panjang


Rekomendasi untuk kamu

Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-79 tahun 2025, Satuan Brimob Polda Metro Jaya…

Polres Bogor – Dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-79, Polres Bogor melalui Seksi Kedokteran dan…

PEKANBARU – Dalam rangka menyambut Hari Bhayangkara ke-79, Polda Riau menyelenggarakan Bakti Kesehatan bertempat di…