Bogor | HSB – Di bawah terik matahari pagi, sebuah mesin penggilas jalan tampak bergerak perlahan di kawasan jalan dalam kota Kabupaten Bogor, Jumat, 13 Juni 2025. Asap tipis naik dari aspal yang baru ditambal, sementara beberapa pekerja bersandar di pinggir trotoar, tampak beristirahat atau menunggu giliran. Di belakang mereka, sebuah dump truck mengangkut material tambal sulam yang belum diturunkan sepenuhnya.

Inilah potret keseharian proyek tambal sulam jalan yang digelar oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor. Cepat memang. Tapi pertanyaannya, efisienkah?

HSB.Com mendokumentasikan aktivitas tersebut dan menemukan sejumlah indikasi pelaksanaan proyek yang bisa lebih optimal. Misalnya, koordinasi tenaga kerja di lokasi tampak kurang terarah. Beberapa pekerja terlihat menganggur di saat yang lain sibuk, sementara alat berat menggilas jalan dengan sedikit pengawasan teknis langsung.

Belum lagi soal kualitas tambal sulam itu sendiri. Beberapa warga sekitar menyebut jalan yang sama pernah ditambal enam bulan lalu. “Kalau cuma diaspal permukaannya, nanti lubangnya balik lagi pas musim hujan,” kata Rudi, warga sekitar yang melintas di lokasi.

Praktik tambal sulam seperti ini memang kerap menjadi solusi cepat untuk memperbaiki jalan berlubang, terutama menjelang musim hujan atau menjelang masa anggaran habis. Namun, menilai metode ini harus dilakukan dengan perencanaan dan pengawasan teknis yang ketat agar tidak menjadi pemborosan anggaran.

Hingga berita ini diturunkan, pihak DPUPR Kabupaten Bogor belum memberikan pernyataan resmi terkait efisiensi proyek tambal sulam tersebut.

Efisiensi bukan hanya soal kecepatan kerja. Ia juga menyangkut hasil yang tahan lama, anggaran yang tepat sasaran, dan pengawasan yang ketat. Di jalanan Bogor, tambal sulam bisa jadi hanya solusi sementara atau justru awal dari pekerjaan yang terus berulang.

(Dev)