Bogor | HSB – Jalan berlubang kerap ditambal asal-asalan. Tak jarang, tambalan justru cepat mengelupas, meninggalkan lubang yang lebih besar. Padahal, pemerintah telah menetapkan standar teknis tambal sulam aspal dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam aturan itu, setiap perbaikan jalan wajib melalui tahapan yang jelas pembersihan permukaan, pemotongan area kerusakan berbentuk persegi, pelapisan perekat (tack coat), pengisian campuran aspal panas sesuai spesifikasi, hingga pemadatan dengan alat berat agar permukaan rata. Tujuannya, tambalan menyatu dengan aspal lama dan tidak mudah rusak.
Namun, di lapangan, banyak kontraktor jalan yang justru mengabaikan prosedur. Lubang jalan sering hanya ditutup seadanya dengan campuran aspal dingin tanpa pemadatan memadai. Akibatnya, dalam hitungan minggu, tambalan terkelupas, mengulang siklus kerusakan.
Warga Bogor sebut saja Iwan, menilai lemahnya pengawasan menjadi biang masalah.
βKalau dikerjakan sesuai standar, tambal sulam bisa bertahan bertahun-tahun. Yang kita lihat justru tambalan seumur jagung,β ujarnya. Selasa (16/09/2025).
Praktik tambal sulam yang jauh dari standar ini bukan sekadar persoalan estetika, tapi juga membahayakan keselamatan pengguna jalan. Kendaraan roda dua paling rentan terpeleset saat melintasi tambalan yang bergelombang atau mengelupas.
Kementerian PUPR sendiri mengklaim telah menekankan kewajiban penerapan standar ini dalam setiap proyek perbaikan jalan. Namun, pelaksanaan di daerah kerap longgar karena lemahnya kontrol, baik dari dinas terkait maupun konsultan pengawas. (Dev)















