Bogor | HSB – Sudah empat tahun SDN Pasir Eurih 02 di Kecamatan Tamansari menjadi langganan usulan rehabilitasi dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Mulai dari 2021, 2022, 2023, hingga 2024, proposal perbaikan ruang kelas terus diajukan. Namun hingga penghujung 2025, bangunan sekolah ini belum juga tersentuh perbaikan. Bahkan mencuat kabar bahwa pengajuan berikutnya tidak akan diprioritaskan.
Kondisi sekolah kini kian mengkhawatirkan. Atap yang rapuh, dinding retak, hingga struktur rangka yang lapuk membuat proses belajar kerap dihantui rasa waswas. Risiko itu meningkat di musim hujan. “Musim hujan begini, kami takut ada apa-apa. Kondisinya rawan roboh,” ujar seorang guru yang enggan disebutkan namanya. Padahal, sekolah tersebut dipakai dari pagi hingga sore untuk kegiatan belajar mengajar. Kamis, (20/11/25).
Situasi ini membuat para pengajar dan orang tua mendesak pemerintah daerah memberi perhatian serius. Mereka berharap rehabilitasi bisa terealisasi pada tahun anggaran 2026. “Ini bukan sekadar bangunan, tapi keselamatan anak-anak,” kata seorang wali murid.
Pengamat pendidikan, menilai kasus SDN Pasir Eurih 02 mencerminkan lemahnya prioritas anggaran pendidikan di daerah.
“Ini persoalan klasik, usulan masuk Musrenbang bertahun-tahun, tapi tidak naik menjadi prioritas. Jika ruang kelas sudah membahayakan keselamatan siswa, pemerintah seharusnya menjadikannya urgency, bukan sekadar daftar panjang usulan,” ujarnya.
Pendapat serupa datang dari analis kebijakan pendidikan, Ia menilai empat tahun penundaan rehabilitasi menunjukkan adanya masalah struktural dalam perencanaan.
“Musrenbang seharusnya memotret kebutuhan paling mendesak. Jika SD Pasir Eurih 02 sudah masuk sejak 2021 tetapi tidak kunjung terealisasi, berarti ada persoalan dalam verifikasi, sinkronisasi anggaran, atau keberpihakan kebijakan,” jelasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah kecamatan maupun dinas terkait soal mandeknya rehabilitasi sekolah tersebut. Sementara ruang kelas terus menua, siswa dan guru tetap beraktivitas di bawah bayang-bayang risiko keselamatan.
(Deva)















