Ahli Ilmu Penyakit Dalam, Erni Juwita Nelwan, Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UI

Prof. Dr.dr. Erni Juwita Nelwan, Ph.D, Sp.PD, K-PTI, FACP, FINASIM

 

Jakarta || Prof.Dr.dr.Erni Juwita Nelwan Ph.D, Sp.PD, K-PTI, FACP, FINASIM dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam, di Aula IMERI, Kampus FKUI Salemba, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Prof. Erni dikukuhkan sebagai Guru Besar setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Masalah Penyakit Tropik Infeksi di Indonesia: Tantangan Saat ini dan Peluang Masa Depan”.

Prof. Erni menyampaikan, bahwa sebagai negara tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia masih dihadapkan pada masalah kesehatan, khususnya penyakit tropik dan infeksi seperti malaria, Acquired Immunodeficiency syndrome (AiDS) tuberkulosis, dan hepatitis.

Beberapa penyakit masih menunjukkan angka prevalensi yang tinggi, mulai dari Demam Berdarah Dengue (DBD) hingga diare (pada 2021 mencapai dua juta kasus) dan demam tiroid. Selain itu, negleted tropical diseases (NTD) atau penyakit tropik terabaikan juga ditemukan secara spporadis di Indonesia, diantaranya, infeksi cacing, rabies, gigitan ular berbisa, dan leptospirosis. Di samping NTD, penyakit infeksi emerging seperti monkeypox dilaporkan kembali muncul pada tahun ini dengan 38 kasus dan terus bertambah.

Menurut Prof. Erni, Indonesia merupakan negara dengan peningkatan kasus penyakit infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tercepat di Asia. Adanya populasi kunci pengguna narkoba suntik (penasun) dan kelompok dengan kontak seksual berisiko, menyebabkan angka infeksi di kelompok ini mencapai hampir 30 persen.

Sementara itu, populasi HIV nasional ada di angka 0,2 persen. Penelitian menunjukkan bahwa 1 dan 2 penasun pernah berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas), sehingga populasi ini harus diperhatikan agar infeksi tidak menular ke masyarakat.

“Penanganan penyakit tropik dan infeksi perlu melibatkan berbagai pihak. Banyaknya kasus yang ditangani tidak sebanding dengan jumlah dokter subspesialis penyakit tropik infeksi harus melayani dan merawat pasien, menjadi tim ahli dalam pembuatan kebijakan nasional, melakukan penelitian dan pengajaran, serta memberikan edukasi kepada masyarakat,” kata Prof.Erni, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Divisi Penyakit Tropik Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM.

Sampai saat ini, berbagai penelitian untuk diagnosis, pengobatan, dan usulan kebijakan, maupun penelitian dasar untuk mempelajari sebab dan perjalanan penyakit telah dilakukan. Sebagai contoh, penelitian skrining HIV pada warga binaan pemasyarakatan yang baru memasuki Lapas, terbukti efektif untuk mendiagnosa HIV secara dini, sehingga diadopsi menjadi kebijakan nasional.

Adanya skor klinis untuk diagnosis penyakit infeksi, seperti demam tifoid, dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dengan lebih akurat sekaligus mencegah penggunaan antibiotika yang tidak tepat.

Selain penelitian diagnostik, uji klinik vaksin malaria falciparum pada prajurit yang sedang bertugas di Papua kini sedang berlangsung. Penelitian ini merupakan kolaborasi antara peneliti FKUI, peneliti Oxford University Clinical Research Unit (OUCRU), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Sanaria selaku sponsor vaksin. Di samping itu, optomasi pengobatan untuk pencegahan kekambuhan pada malaria vivax juga tengah dilaksanakan.

Fakta bahwa Indonesia sebagai destinasi wisata dunia, namun memiliki potensi penularan penyakit tropik dan infeksi tidak boleh dilupakan. Meski menghadapi berbagai tantangan kemajuan ilmu dan teknologi, terutama Arrtificial Intelegence (AI), dapat dimanfaatkan. AI berguna untuk analisis big data, penelitian biomolekular, dan genomik untuk meningkatkan proses diagnosis yang lebih cepat.

Prof. Erni melihat peluang ini harus direspons secara aktif melalui kerjasama nasional dan internasional, karena Indonesia dinilai dapat menjadi sumber utama pembelajaran berbagai penyakit tropik dan infeksi bagi dunia kesehatan global. (AD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *