Depok | HSB – Upah Minimum Kota (UMK) Depok tahun 2025 telah ditetapkan sebesar Rp5.195.721,78—naik 6,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun, realitas di lapangan menunjukkan lemahnya pengawasan. Banyak pekerja masih menerima upah jauh di bawah ketentuan tersebut. Kamis 1 Mei 2025
LY, pekerja di PT Permata Garment, Jalan Haji Dimun Raya, Cilodong, Depok, mengaku hanya digaji Rp2.279.150 per bulan. Jumlah itu kurang dari separuh UMK yang berlaku.
“Perusahaan berbadan hukum seharusnya mampu membayar sesuai standar. Tapi kami justru digaji di bawah UMK,” ujar LY, Kamis siang.
Pembayaran upah di bawah UMK melanggar Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan tersebut secara eksplisit melarang pengusaha memberi upah lebih rendah dari ketentuan minimum, dengan sanksi administratif hingga pidana.
Pasal 88 Ayat (1) UU yang sama menegaskan hak pekerja atas penghasilan layak. Konstitusi bahkan memperkuatnya: Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Ketiga payung hukum ini memperlihatkan bahwa praktik membayar upah di bawah UMK bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga bentuk pelanggaran hak konstitusional.
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan. Pengamat ketenagakerjaan menilai lembaga ini perlu memperketat inspeksi dan menjatuhkan sanksi tegas kepada perusahaan pelanggar, termasuk denda dan pencabutan izin usaha.
“Ini bukan semata isu ekonomi, tapi juga pelanggaran hak asasi,” ujar seorang pengamat hukum ketenagakerjaan yang enggan disebut namanya.
Hingga berita ini diturunkan, PT Permata Garment, Pemerintah Kota Depok, dan Disnaker setempat belum memberikan tanggapan.
(Dey)