Pengembangan Model Pemberian Umpan Balik Efektif Bagi Mahasiswa Kedokteran Dalam Tatanan Klinis

Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. (Foto: AD)

Jakarta || Identitas profesional mahasiswa kedokteran dibentuk sepanjang proses pendidikan, terutama pada tahap klinis. Pembentukan identitas profesional yang optimal membutuhkan interaksi pengajar dan mahasiswa dalam bentuk umpan balik.

Demikian pendapat Dr. Estivana Felaza M.Pd.Ked, ketika ditemui di Gedung IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Dr. Estivana, mengatakan untuk dapat menjadi dokter yang mampu memberi pelayanan berkualitas dan memuaskan pasien, identitas profesional mahasiswa perlu dibangun secara optimal selama proses pendidikannya.

Umpan balik merupakan bagian penting dalam proses pendidikan tersebut, karena umpan balik yang diterima dan ditindaklanjuti dengan baik akan memberi arti pada berbagai pengalaman pembelajaran, membantu mahasiswa kedokteran mengintegrasikan nilai-nilai profesi ke dalam identitasnya. Selain itu mampu merumuskan cara memperbaiki perfoma yang dimiliki. Praktik umpan balik yang terjadi saat ini dapat dioptimalkan dengan dibentuknya model pemberian umpan balik yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa kedokteran dan kebutuhan pada tatanan klinik.

Menurut Dokter Estivana Felaza, saat ini praktik umpan balik masih menghadapi berbagai kendala, yang sebagiannya terkait dengan aspek sosiokultural.

Dipaparkanya lebih jauh, interaksi umpan balik yang efektif di tatanan klinis memerlukan model yang sesuai dengan kebutuhan.

Upaya menghasilkan model yang tepat dilakukan dengan mengeksplorasi faktor yang memengaruhi praktik umpan balik, merancang model, dan mengujikan efektifitasnya.

Praktik umpan balik memiliki ciri khas pada faktor lingkungan seperti hirarkhis, kolektivitas, dan keterbatasan waktu, faktor pemberi umpan yang mendidik, pakar di bidangnya, dan sibuk, serta penerima umpan (dependen terhadap umpan balik, tidak peka, terkesan kurang resilien, terlihat patuh, dan curiga terhadap umpan balik positif).

“Rumusan umpan balik yang dikembangkan dinamakan model RAISE, yang merupakan singkatan dari Rapport building, Acknowledge studen’s strength, Identify, aspects that need improvement, Share Teacher’s expererince, serta Establish a plan to improve,” katanya.

Model Raise didasarkan pada teori sosio-konstruktivisme yang memandang pembelajaran sebagai proses membangun pemahaman melalui interaksi sosial.

Estivana berujar, interaksi efektif antara pengajar dan mahasiswa dalam bentuk umpan balik memfasilitasi refleksi sehingga mahasiswa mampu mengkaji pengalaman dan merumuskan upaya perbaikan.

“Melalui dialog, mahasiswa dilatih pada proses pikir serta nilai dan norma profesi yang dimiliki pengajar. Proses yang awalnya terjadi secara intermental antara pengajar dan mahasiswa lambat laun mengendap dalam pemikiran mahasiswa dan diinternalisasi menjadi suatu proses intramental,” tutupnya. (AD).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *