Kontroversi Penerimaan Siswa di SMAN 8 Depok: Anak Prajurit Ditolak, Kuota Tambahan Tak Jelas

Depok | HSB – Proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMAN 8 Depok menimbulkan polemik setelah seorang calon siswa, inisial SB (15), dinyatakan tidak diterima meski memenuhi semua persyaratan. Padahal, SB adalah anak seorang Kapten Divisi 1 Kostrad yang berdomisili di Asrama Kostrad – lokasi yang berdekatan dengan sekolah. Fakta lain memperlihatkan kakak SB merupakan alumni SMAN 8 Depok tahun 2024.

Kasus ini diduga melanggar beberapa ketentuan hukum. UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1) menjamin hak setiap warga negara atas perlakuan yang sama di depan hukum. Sementara itu, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi. Permendikbud No. 44/2019 tentang PPDB juga mewajibkan sekolah bersikap transparan dalam seleksi dan melarang praktik diskriminatif berdasarkan latar belakang sosial atau pekerjaan orang tua.

PASANG IKLAN

Aturan lain yang mungkin dilanggar adalah PP No. 17/2010 tentang Pengelolaan Pendidikan yang memberikan sanksi administratif bagi sekolah yang melakukan pelanggaran dalam penerimaan murid baru.

Pertama, masyarakat mempertanyakan asal-usul penambahan kuota per rombongan belajar menjadi 50 siswa. Permendikbud No. 44/2019 mengatur daya tampung sekolah harus berdasarkan fasilitas dan rasio guru-murid. Namun, penambahan kuota ini tidak dijelaskan secara transparan.

Kedua, beredar kabar beberapa siswa di luar domisili Cilodong justru diterima. Hal ini bertentangan dengan prinsip domisili yang menjadi dasar SPMB.

Ketiga, status domisili SB dipertanyakan. Meski kartu keluarganya masih terdaftar di Asrama Kostrad, Kepala Sekolah Agus menyatakan SB dianggap sebagai anak purnawirawan yang sudah tidak tinggal di asrama. Ini memunculkan pertanyaan: jika KK masih sah, mengapa domisili diragukan? Apakah status orang tua memengaruhi penolakan ini?

Masyarakat mendesak tiga hal: penyelidikan oleh Ombudsman dan Inspektorat Jenderal Kemendikbud terkait dugaan maladministrasi; penerimaan SB jika memang memenuhi kriteria; serta evaluasi menyeluruh sistem SPMB, terutama terkait transparansi kuota.

Saat dikonfirmasi via WhatsApp (12/06/2025), Kepala SMAN 8 Depok, Agus, menyatakan bahwa seleksi dilakukan berdasarkan 50% nilai rapor dan 50% nilai tes terstandar dengan kuota terbatas. Namun, penjelasan ini belum menjawab pertanyaan tentang alasan penolakan SB dan asal-usul kuota tambahan

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan Jawa Barat belum memberikan pernyataan resmi. Masyarakat diharap bersabar menunggu hasil investigasi sambil tetap memperjuangkan prinsip keadilan dalam pendidikan.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *