Bogor | HSB – Dibawah terik matahari siang di pertengahan Juli, deret besi berulir tersusun kaku di halaman proyek sebuah gedung pemerintahan di Bogor. Warnanya tak sepenuhnya hitam keabu-abuan seperti besi baru, di beberapa bagian, karat berwarna jingga menyebar di sepanjang permukaan batang. Sambungan antarbesi tampak dililit kawat pengikat seadanya, renggang di sana-sini.
“Ini besi kiriman dari vendor minggu lalu,” bisik seorang pekerja proyek, menolak disebut namanya. “Kondisinya memang begini dari gudang.”
Besi-besi itu, yang seharusnya menjadi tulang punggung struktur bangunan bertingkat, justru memperlihatkan tanda-tanda degradasi. Jika ini dibiarkan, bukan tak mungkin bangunan yang masih dalam tahap pengecoran itu akan menyimpan cacat struktural sejak awal.
Hariansinarbogor.com menelusuri dokumen pengadaan proyek yang tercatat dalam laman LPSE Bogor. Pemenang tender adalah sebuah perusahaan kontraktor swasta asal Bogor, yang kerap memenangkan proyek infrastruktur.
Menurut ketentuan dalam dokumen kontrak, seluruh material harus memenuhi standar SNI. Untuk besi tulangan, SNI 2052:2017 secara tegas mengatur tentang dimensi, mutu, dan kebersihan permukaan. Namun, dari hasil temuan lapangan yang wartawan peroleh pada Minggu, 13 Juli 2025, besi yang digunakan dalam proyek ini menunjukkan ciri-ciri korosi ringan dan tidak terawat.
“Ada toleransi untuk karat permukaan ringan, tapi kalau dibiarkan dan langsung dicor, bisa memengaruhi daya rekat dengan beton,” ujar Broger. “Kalau pengawas membiarkannya, itu bisa dikategorikan kelalaian teknis.”
“Biasanya kalau tidak ketat, pengadaan material seperti besi rawan mark-up,” ujar Broger “Beli kualitas medium, lapor kualitas premium, selisihnya bisa masuk kantong sendiri.”
“Lemahnya sistem audit internal di proyek-proyek daerah. Dalam beberapa kasus, pengawasan hanya formalitas. “Asal proyek selesai, berkas rapi, tak ada yang mempertanyakan kualitas di dalam cor-coran beton itu,” kata Broger.
Sayangnya, dalam proyek pemerintah, jarang sekali dilakukan audit forensik pascapembangunan. “Selama tidak ambruk, dianggap beres,” sindirnya.
Temuan di proyek ini menjadi refleksi atas lemahnya pengawasan material dalam proyek-proyek konstruksi pemerintah di daerah. Di balik beton yang mengeras, terdapat karat kecil yang bisa tumbuh menjadi bahaya besar, bukan hanya bagi kekuatan struktur, tapi juga integritas sistem pengadaan publik.
Jika praktik ini dibiarkan, bukan mustahil akan muncul generasi bangunan pemerintahan yang rapuh sejak lahir dan rakyat harus membayar harganya, baik secara anggaran maupun keselamatan.”tutupnya.
(Deva)